Senin, 28 Januari 2013

Rasa


“RASA”
            Rasa ini selalu mengusikku. Aku tak tahu apa namanya rasa ini. Tiba-tiba saja rasa ini ada dan menghujam hatiku.
            Setiap kali aku melihatnya, ada rasa aneh yang dalam hatiku. Kadang jantungku berdetak amat kencang di depannya, kadang biasa saja, dan kadang rasa benci yang teramat sangat yang aku rasakan padanya.
            pagi itu, hari minggu pukul 10.00 pertama kali aku bertemu dengannya, saat sahabatku Iin mengajakku untuk menemui teman saat SMPnya dulu. Awalnya aku menolak habis-habisan ajakan Iin tersebut, namun karena rengekan Iin yang membuatku tidak tega, akhirnya dengan berat hati aku menemaninya bertemu dengan teman SMPnya itu.
            Kami sampai di sebuah cafe tempat janjian Iin pukul 09.50, lalu kami pun mencari teman Iin tersebut, dan di situlah dia, duduk di meja sebelah pojok yang menjauh dari keramaian, dan saat itulah tepat pukul 10.00 pertama kali aku bertemu dengannya.
            Aku duduk berhadapan dengannya, sedang Iin duduk berhadapan dengan teman SMPnya dulu. Iin dengan PDnya ngobrol dengan teman SMPnya itu yang bernama Faris. Sedang aku hanya diam. Satu hal yang aku bingung dengan cowok yang sedang duduk di hadapanku saat itu, yaitu kenapa dia terus saja menunduk? Dan kadang-kadang melirik ke arahku dengan tersenyum malu. Aku pun risih dengan tingkah lakunya yang aneh itu. Dan perkataan Iin yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku.
            “namanya Luki.” Ujar Iin dengan senyum menggoda.
            “apa?” tanyaku bingung, karna aku nggak merasa ingin tau siapa namanya.
            “mbak, kayaknya temen saya ini suka sama mbak.” Ujar Faris
            “hah?” aku kaget. Kemudian ku tatap Luki, tapi ia malah senyum-senyum nggak jelas.
            “ah! Loe ris! Apa-apaan sich!” ujar Luki sambil tersenyum.
            Aku yang saat itu nggak ngerti apa-apa, malah kayak orang bodoh di sana. Karena merasa jengkel akhirnya aku memutuskan untuk pulang duluan.

            Pagi itu seperti biasanya, aku siap-siap berangkat ke sekolah. Tiba-tiba HP-ku berbunyi, aku pun melihat layar HP-ku itu, ada nomor yang tak dikenal di sana. Aku pun membuka SMS dari seseorang yang tak aku kenal itu.
§  Pagi Luna………… ^-^
Itulah isinya, awalnya aku nggak niat untuk membalasnya, namun karena aku penasaran dengan orang yang tidak aku kenal tersebut, akhirnya aku membalasnya.
§  jGa, nie spa?......... (aku)
§  Aqu Luki, masih inget gak? (Luki)
§  Luki spa?.......... (aku)
§  Luki temennya Faris. Masak dah lupa? (Luki)
§  Ouw………dapa Luk? (aku)
§  Gak ada apa2, Cuma mau ngucapin met pagi aja. (Luki)
§  Ouw………ya dah, MZannya d.lnjutn nnti ja yach, CZ, au nya mw skul. (aku)
§  Oh ya udah. Met skul Luna, yang rajin ya belajarnya, n’ hati2 dijalan (Luki)
Akupun menyudai SMSan yang nggak jelas itu, kemudian berangkat ke sekolah.

            Sejak saat itu, Luki mulai rajin SMS aku, walaupun terkadang nggak aku balas SMSnya, namun ia masih saja begitu rajin SMS dan telpon aku.
            Lama kelamaan akupun mulai nyaman berteman dengan Luki. Kami sering jalan bareng dan tak jarang Luki memintaku untuk membantunya mengerjakan tugas B.inggris-nya. Lalu pada suatu hari, Luki mengajakku keluar jalan-jalan, aku sebagai teman akrabnya pun mengiyakan ajakannya.
            Kami jalan-jalan di taman kota. Membeli ice-cream kesukaanku, bermain ayunan dan bercanda. Aku sedang duduk di kursi taman ketike tiba-tiba Luki duduk bersimpuh di depanku. Dia kelihatan tegang.
            “ada apa?” tanyaku pada Luki. Luki menarik nafas panjang, kemudian bicara.
            “AKU MENYUKAI KAMU, LUNA.” Ujar Luki mantap. Jujur aku nggak pernah melihat cowok yang menyatakan cinta semantap dia.
            Aku melongo kaget dengan ucapannya.
            “Aku tau aku lancang, tapi aku nggak bisa menyimpan perasaan ini terlalu lama. Aku sudah suka sama kamu sejak dulu. Sejak pertama kali aku bertemu dengan kamu. Luna, aku bukan cowok yang pandai merangkai kata-kata manis buat cewek yang aku suka. Namun aku bisa menjaga cewek yang aku suka agar selalu tersenyum. Luna, kamu mau nggak jadi pacar aku?” ujar Luki panjang lebar.
            Aku malah masih melongo dan nggak bisa berkata apa-apa. Bagaimana tidak, cowok yang slama ini aku anggap sebagai teman menyukai ku.
            “Luki, sejak kapan kamu…………” aku nggak bisa ngelanjutin kata-kataku karna aku terlalu kaget dengan pengakuan Luki tersebut.
            “kamu memang nggak pernah merhatiin aku, apa kamu nggak sadar? Slama ini aku udah berusaha nunjukin rasa itu sama kamu, tapi kamu malah cuek gitu aja. Gimana Lun? Kamu mau nggak jadi cewek aku?” terangnya.
            Aku malah makin bingung dengan jawabanku sendiri. Aku berfikir, jika aku menolaknya, maka ia pasti akan sangat kecewa dan akan menjauhiku, mungkin lebih baik aku menerimanya, toh nggak ada ruginya aku pacaran sama dia, dia populer di sekolahannya dan menjadi incaran banyak cewek seusiaku.
            “ya udah dech Luk, aku mau.” Ujarku dengan rasa sedikit tidak enak.
            Luki tersenyum, kemudian berdiri di hadapanku, aku kira dia akan memelukku, kalau dia sampai melakukannya aku sudah menyiapkan ancang-ancang untuk kabur, namun dia malah membalikkan badan kemudian berkata,
            “ayo kita pulang”    
Nggak terasa udah 8 bulan aku pacaran sama Luki, dan selama 8 bulan itu Luki selalu perhatian padaku, dia selalu menjemputku setiap pulang sekolah dan selalu siap jika aku meminta dia mengantar aku ke toko buku untuk membeli buku.
Namun ada yang salah dengan hatiku ini, mengapa sampai saat ini aku masih belum menyukainya, padahal dia cowokku, aku sama sekali tak mempunyai rasa sama Luki, aku malah menyukai cowok lain yang bernama Ilham, teman sekelasku.
Aku mulai merasa bersalah pada Luki karena telah mempermainkannya, aku pun berencana putus dengannya tanpa memberitahukannya alasan sebenarnya, tapi takdir mempunyai rencana lain.
Malam itu malam minggu. Seperti biasa Luki apel kerumahku. Kami duduk di teras depan rumahku. Saat itulah aku bermaksud memutuskan hubunganku dengannya. namun karna melihat wajah Luki yang muram, akhirnya aku tak jadi menjalankan rencanaku.
“ada apa?” tanyaku padanya.
Luki diam, kemudian menghela nafas, dan mendongak menatap langit yang hitam kelam. Lalu dia beralih menatapku.
“Luna……… kamu cinta nggak ma aku?” tanyanya. Pertanyaan itu membuat tenggorokkanku tercekat, aku nggak bisa ngomong apa-apa. Aku nggak mau bohongin dia dan hatiku lagi, sudah cukup sampai di sini saja aku nyakitin dia.
“udah aku duga.” Ujarnya tiba-tiba. Matanya berkaca-kaca.
“kamu emang nggak pernah cinta ama aku (diam). Aku nggak bodoh Lun (diam). Aku tau kamu terpaksa nrima aku.” Ujarnya. Akupun mulai terdiam, berusaha untuk memahaminya.
“selama ini aku slalu berusaha sabar untuk menanti rasa yang aku inginkan dari kamu. Aku mencoba untuk sabar. Tapi kini, akhirnya aku sadar, penantianku slama ini tu sia-sia. Karna kamu nggak mungkin ngasih rasa itu buat aku.”
Dia menggenggam tanganku, dan itulah pertama kalinya dia berani menggenggam tanganku.
“aku sudah buat keputusan Lun. Aku bakal ngerelain kamu, aku nggak bisa nunggu rasa yang nggak mungkin kamu kasih ke aku, aku sadar, aku sama sekali nggak berharga bagi kamu (diam). Kamu percaya nggak kalau aku bilang kamu adalah cinta pertama aku? Aku gombalnya. Tapi, kamu memang cinta pertama aku. Kamu tau nggak Lun? Kamulah satu-satunya cewek yang bisa bikin aku nangis, kamulah satu-satunya cewek yang bisa bikin hati aku sakit banget. Tapi nggak apa-apa Lun, kamu nggak salah, aku yang salah. Untuk terakhir kalinya, aku suka sama kamu, aku sangat menyukai kamu.” Ujarnya panjang lebar.
“kita putus.” Akhirnya kata itu keluar juga dari mulutnya, walaupun aku tau dia sangat berat mngucapkannya, namun dia masih saja mengucapkannya. Dan akhirnya dia pun pergi.
Entah mengapa air mataku mengalir saat menatapnya pergi, ada apa dengan hatiku? Kenapa hati aku jadi sakit seperti ini saat melihatnya pergi?    

Ternyata rasa ini telah mengecohku, dia datang begitu Luki pergi. Aku tak bisa mengatakan apa namanya rasa ini, tapi setelah aku pahami lagi, ternyata rasa inilah yang di inginkan Luki slama ini. Aku terlalu jaim untuk mengakuinya.
Sekarang aku menyukai Luki, namun Luki sudah terlanjur pergi.





My favorite flower is Rose


KESALAHAN

Aku selalu merasa apa yang aku lakukan ini adalah benar. Benar dalam artian aku memang menginginkanya. Tapi akhir-akhir ini aku selalu ragu dengan kebenaran yang aku percaya selama ini.
Selama aku menjadi bagian dari hidupnya, aku tak pernah melihatnya tersenyum sebahagia saat ini. saat ia memandang wanita yang duduk bersama dengan suaminya di depan kami saat ini. Aku bukanya pura-pura tak tau dengan hanya diam dan mengabaikannya, aku hanya tak ingin percaya bahwa dia hanya dapat tersenyum bahagia saat memandang wanita ini.
Jadi aku hanya mencoba percaya pada yang aku percayai selama ini, bahwa
Daniel mencintaiku.
-000-
Aku bersumpah bahwa baru kali itu aku melihat wajah setampan dia. Daniel Morgan yang sedang berjalan dengan kakakku, Rose William. Saat itulah aku berkenalan denganya. dia setahun di atasku, sekelas dengan dengan Rose yang saat itu menduduki kelas dua menengah. Dia adalah anak tunggal dari keluarga kaya raya. Dan karena semua kesempurnaan yang ia punya itulah, tanpa aku sadari, aku mulai jatuh cinta padanya.
Semakin hari aku semakin akrab denganya. Apalagi ia sering berkunjung kerumah kami karena alasan mengerjakan tugas sekolah bersama kakakku.
Kami –aku dan Daniel- sering bicara berdua saat Rose kebetulan sedang keluar dan ia kebetulan juga sedang berkunjung kerumah kami. Dari seringnya kami berbicara berdua itulah, ia mulai berani mengatakan perasaannya yang sebenarnya padaku, bahwa selama ini ia mencintai kakakku. Ia sudah mencintai Rose sejak pertama kali mengenal Rose di sekolah menengah pertama –sekedar info bahwa aku tak sekolah di sekolah yang sama dengan Rose ketika SMP-. Dia juga meminta bantuanku untuk mendapatkan Rose.
Aku marah, cemburu dan kecewa.
Dan apakah kalian tahu? Bahwa seseorang yang sudah terbakar cemburu akan melakukan apa saja untuk mendapatkan yang ia cemburui.
Maka akupun menyiyakan permintaannya.
-000-
“Kapan kalian kembali? Mengapa tak mengabari kami?” tanya wanita di depanku ini dengan senyum, kepadaku.
Cih. Aku membenci senyummu itu kau tahu. Senyum menjijikkan yang seolah-olah mengatakan bahwa kau adalah orang yang paling suci di dunia. Padahal kau adalah orang paling buruk yang pernah ku kenal. Iblis berwajah malaikat. Aku membencimu.
Aku membencimu.
“seminggu yang lalu. Maaf tak mengabari kalian, tapi kami sudah mengabari Mom dan Dad.” Jawabku sambil tersenyum palsu.
Wanita itu kembali tersenyum menjijikkan, senyuman yang dapat membuat aku muntah.
“ku kira kalian tak kan kembali Lil’s. sejak kalian bilang pada kami bahwa kalian akan menetap di Paris, kalian tak pernah lagi memberi kabar pada kami.” Kali ini Peter, suami dari wanita yang kubenci itu yang berbicara.
Aku tersenyum kembali.
“bagaimana di Paris?” wanita itu lagi yang bertanya.
“Fantastis.” Daniel menjawab dengan antusias. Terlalu antusias malah. “kau tahu? Disana sangat indah. Kami bisa memandangi menara ieffel setiap harinya.” Lanjutnya.
Wanita itu tersenyum lembut pada Daniel. Dan Daniel membalasnya, dan aku mulai tak suka dengan keadaan seperti ini.
-000-
Sejak aku menyiyakan permintaannya, aku selalu gelisah. Aku merasa menjadi orang yang bodoh. Bagaimana mungkin aku bisa sampai tidak tau bahwa ia mencintai Rose. Aku harus melakukan sesuatu.
Maka malam itu aku melakukannya. Aku pergi kekamar Rose dan menanyakan padanya apakah ia mencintai Daniel. Dengan tersipu malu ia menjawab bahwa ia mencintai Daniel. Aku shock mendengarnya, namun aku segera memasang kembali ekspressi datarku. Dengan dingin aku menyuruhnya untuk menjauhi Daniel, aku berbohong padanya, bahwa Daniel mencintaiku, kami sudah menjalin hubungan selama seminggu ini.
Rose terlihat terkejut dan kecewa, namun sedetik kemudian dia tersenyum dan mengatakan padaku bahwa ia ikut bahagia dengan hubungan kami.
-000-
Kami ber-4 sedang menikmati makan siang kami ketika mata Daniel menangkap bunga mawar yang sedang di pajang di toko bunga depan restaurant yang kami tempati untuk makan siang bersama.
Ia menunduk dan tersenyum. Tak ada yang menyadari sikap Daniel, kecuali aku. Ya aku memang selalu mengetahui gelagatnya itu.
Gelagatnya yang selalu aneh jika behubungan dengan bunga mawar.
Opsesi berlebihannya terhadap bunga mawar.
-000-
Aku berkata padanya bahwa Rose tidak mencintainya ia mencintai pria lain. Daniel telihat kecewa dengan perkataanku. Dan aku berusaha menjelaskan padanya bahwa ada gadis lain yang menantinya, yang mencintainya dengan tulus, yang dapat membahagiakannya. Awalnya ia masih tetap saja terpuruk, bahkan tak mau berkunjung kerumahku lagi.
Daniel menghindariku, tepatnya menghindari Rose
Namun lama-kelamaan ia mau juga bicara denganku, itupun jika Rose sedang tidak ada bersamaku. Tentu saja itu membuatku senang. Ia memilih untuk bicara padaku dan tidak memerdulikan Rose.
Akhirnya kamipun menjalin hubungan.
Dan aku masih ingat bagaimana Rose memutuskan berlibur kerumah nenek yang ada di Australia untuk menangis sejadi-jadinnya, menyesali mengapa harus aku yang bersama dengan Daniel.
-000-
Entah mengapa, semakin lama aku berada di tempat ini, aku semakin merasa bahwa Daniel masih mencintai Rose.
Tidak.
Lily, kau tidak boleh berpikiran seperti itu. Ia sudah menjadi milikmu sekarang.
Dan itu tak akan pernah berubah. Tidak akan pernah.
“ohya, aku dan Peter sudah memutuskan untuk meninggalkan Inggris dan menetap di Milan. Peter yang menginginkannya.” Ujar wanita itu dengan sumringah.
“aku hanya ingin segera punya anak. Dan menurutku suasana di Milan akan sangat mendukung.” Timpal Peter dengan senyum, sementara wanita di sebelahnya sudah menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.
Aku berusaha untuk tidak muntah saat itu juga, maka aku putuskan untuk tersenyum. Daniel yang berada di sampingku juga tersenyum. Tapi bedanya ia tersenyum miris dan lagi-lagi hanya aku yang menyadarinya.
-000-
Aku masih ingat ketika Daniel menangis. Ia duduk di bangku taman dan memeluk pinggangku. Aku berdiri di sebelahnya saat itu.
Saat itulah aku pertamakali melihatnya hancur seperti itu. Ia bahkan menangis tersedu-sedu, menghiraukan sekelilingnya. Ia bahkan tak menagis saat mengetahui aku kecelakaan dan dalam keadaan kritis beberapa bulan lalu. Lalu, mengapa saat ini ia menangis dan hancur seperti ini?
Bukannya aku tak tau alasan mengapa Daniel menangis. Namun aku memang tak ingin mengetahuinya.
Bahwa Daniel menangis di hari pernikahan Rose.
Menangisi kepergian cintanya.
-000-
Aku kira semua itu sudah lewat. Maksudku, aku sudah menjalani hariku bersamanya lebih dari 9 tahun. 5 tahun menjadi pacarnya, 3 tahun menjadi tunangannya dan 2 tahun menjadi istrinya.
Dan ku kira waktu sepanjang itu sudah cukup membuat Daniel jatuh cinta padaku.
Namun tetap saja, aku tidak bisa memaksakan hatinya bukan?
-000-
Aku juga melihat Rose menangis di hari pernikahannya.
Aku mengatakan pada Rose, bahwa inilah takdir yang harus ia jalani, ia harus menerima semua ini. seberapapun ia tak menginginkannya. Namun Rose dengan tegas menjawab bahwa ia menginginkan ini.
Aku tau Rose berbohong, namun aku diam saja. Tak ingin jika Rose nanti berubah pikiran.
Dan saat itulah aku merasa puas, aku menang.
Akhirnya aku yang menang kan?
-000-
Kami pulang kerumah kami yang lama, sebelum pindah ke paris, setelah perjumpaan dan makan siang yang membosankan serta membuatku muak, dengan keluarga Peter.
Daniel tak berkata apa-apa saat tiba di rumah. Ia langsung masuk ke ruang kerjanya. Mengurung diri sampai setidaknya ia memutuskan untuk keluar sendiri.
Selalu seperti ini.
Setelah kami tidak sengaja bertemu dengan mereka.
Daniel akan mengurung diri di ruang kerjanya. Melamun sampai keesokan harinya, atau memandangi bunga mawar yang selalu ada di ruangannya. Kemudian, jika ia sudah tenang, ia akan keluar dan langsung pergi kerja. Tanpa pamit kepadaku atau memakan sarapannya.
Dan aku selalu berakhir seperti ini. menangis di ruang tamu semalaman seperti orang bodoh.
Padahal aku selalu meyakinkan pada diriku sendiri bahwa Daniel mencintaiku. Namun karna sikapnya padaku selamanya ini, aku jadi ragu.
Aku selalu mengingat perkataannya saat sebelum kami mengikat janji.
Dan aku juga mendengar dia menggumamkan sesuatu tadi saat Peter dan istrinya berlalu pergi meninggalkan kami di Restaurant.

Apa aku harus selalu menjadi seperti ini? menangisi kebodohanku sendiri? Aku menginginkan ini. tapi bukan berarti aku harus selalu terluka. Tuhan, apakah yang aku lakukan selama ini salah?
.
.
.
.
“aku menyukai bunga mawar, Lil’s. jadi aku harap kau membawa bunga mawar nanti saat kau berjalan di altar.”
.
.
.
.
“aku mencintaimu, Rose.”




The End
 
RUN AWAY Blogger Template by Ipietoon Blogger Template